Selamat malam semua...
Untuk yang sudah simak beberapa judul di blog jatuh bangun jadi dewasa, terima kasih yah.. Semoga apapun yang aku tulis dan kalian baca sama-sama mendapatkan kebaikan. Tidur nyenyak yah.
Coba
demi cobaan dalam hidup memberi pelajaran hangat, menemukan jati diri,
bagaimana kita berusaha sabar menghadapi diri sendiri yang terkadang masih
berantakan, bisa juga ujian itu datang dari orang sekitar kita. Ada apa dengan
dirimu? Pertanyaan yang sangat amat sederhana tetapi membuat kita diam seribu
kata. Jika aku jadi kamu...
Aku
masih bertarung dengan diriku sendiri mulai dari displin bangun pagi. Malamnya
aku berjanji bangun lebih awal dari biasanya, tetapi nyatanya itu hanya terucap
di lisan saja. Malam panjang tersita karena sibuk hal-hal yang kurang
bermanfaat misalnya main game sampai begadang, ngobrol tanpa mengenal waktu
atau sekadar scroll tiktok tanpa henti. Mungkin hal terdengar biasa tetapi saat
aku mengulangi hari ini, besok dan besoknya lagi akan menjadi kebiasaan yang
buruk.
Aku
yang masih berperang dengan egoku. Terkadang di satu momen akan jadi teman baik, akan
menerima saran, menjadi seseorang yang confidence, bebas melakukan sesuatu
tanpa tekanan dan memandang orang lain sama dengan dirinya. Tetapi benar,
keadaan perlahan akan mengubah ego kita menjadi monster yang mengerikan. Why?
Karena aku hanya merasa paling benar, enggan meminta maaf, merasa takut tersaingi
dengan orang lain, sulit menerima saran atau pendapat dan sebagainya.
Aku
yang masih bertempur dengan innerchild dan masa lalu kelam. Bukan sesuatu yang
baru bagi aku untuk bisa menjadi manusia yamg dikenal sekarang, banyak hal yang
membuatku harus bertarung dengan pikiran dan berbagai perlakuan yang aku
dapatkan semasa kecil. Trauma yang tak bermaksud mengundang empati, melainkan keadaan
yang membuatku harus banyak belajar untuk tidak menerapkan di masa mendatang. Perjalanan
masa kelam yang sejatinya tak pernah terpikir akan datang, menyadarkan bahwa
setiap luka yang terpendam lama akan berdampak buruk di masa dewasa. Why?
Karena di momen dewasa aku akhirnya diberi kebebasan untuk mengekspresikan rasa,
berani bersuara atau mulai haus validasi terhadap masalah-masalah dalam
keluarga atau lingkup pertemanan. Masa lalu yang akhirnya menjadi kenangan,
harap-harap akan tetap jadi kenangan yang tak ingin aku ulang, buruk tetaplah hilang, jika ada kebaikan maka tetaplah menetap.
Aku
yang masih bergelut dengan ujian hidup. Ujian hidup yang menyapaku terkadang
jujur membuat menggerutu, terkadang awalnya susah untuk menerima, tetapi
perlahan hati bergumam “jalani aja, yang sabar yah, kamu pasti bisa lewati ini
semua, atau kata akhir yang ngebuat tenang adalah yaudah serahkan semuanya ke
Allah, simpel kan?! But untuk mencapai tenang itu butuh waktu yang cukup lama. Harus
banyak belajar, belajar dan ikhlas menerima keadaan. Adakalanya saat aku berada
di masa-masa sulit ku, tak banyak bersuara, I just need space, bahkan parahnya
silent treatment yang menjadi solusi untuk terhindar dari omongan orang
sekitar. Aku sering mencari validasi dan perhatian orang lain nyatanya tidak
ada yang benar-benar bisa selalu ada. Tapi hal itu sebenarnya bukan solusi terbaik.
Terkadang pula statement kalau hidup benar-benar berantakan, nggak tau harus
gimana, ngebuatku mengambil jeda dari semuanya. Mulai aware and care bahwa
sejatinya rumah yang selama ini aku cari maybe di keluarga, sahabat, atau teman
ternyata ada di dalam diriku sendiri. Tidak ada yang benar-benar bisa memelukku
selain diri sendiri, bagaimana aku harus
merangkap jadi pendengar baik, dan pencerita yang ulung untuk problem dalam
hidupku. Apakah aku salah selama ini mencari rumah pada orang lain? Jawabannya,
tidak. Saat kamu selama ini berusaha jadi pendengar terbaik bagi orang lain, segoyahnya
akupun harus didengar, dilihat, dipedulikan dan tidak diremehkan. Bukan
memberitahu secara terang-terangan tetapi perlu kesadaran dari setiap orang yang
ditemui.
Sebuah
pesan,...
Tempat
kembali paling aman adalah menemukan dirimu sendiri, apa yang kamu inginkan
atau butuhkan tanpa membuat orang lain merasa risih, tetap jadi dirimu yang
bertumbuh dalam kebaikan tanpa harus banyak menggerutu.
Aku
yang cukup dengan diriku, saat aku mampu menerima segala kelebihan dan
kekuranganku. Kelebihan yang membuatku terus belajar bersyukur, kekurangan yang
mengajarkan untuk bertumbuh tanpa melupakan jati diriku. Berterima dengan
trauma dan berupaya sembuh darinya adalah tindakan paling jujur, displin bangun
pagi atau hal-hal kecil yang berusaha aku ubah adalah strategi hidup menuju
gerbang kesuksesan. Menghadapi ujian demi ujian dengan badan tegak akan
menjadikanku manusia yang lebih kuat dan berprinsip.
Sekarang,
rumah adalah ‘aku’. Jika hidup ingin aku kuat dan tegar akan ku hadapi tantangan
dengan sabar, syukur dan tawakal. Mau nangis, mau bahagia, mau tertawa sampai
capek kalau hal itu hanya untuk diri sendiri, why not. Please! Normalisasi
bilang ke diri, ngga papa harus lambat, ngga papa kalau jalanku dengan orang
lain berbeda, ngga papa banget ngga harus seperti orang lain, karena nyatanya
jadi diri sendiri itu juga menyenangkan dan harus mengistimewakan diri sendiri
dulu. Apreasiasi setiap hal-hal sederhana yang telah ku ciptakan hingga saat ini,
tetap menjadi aku tanpa harus menjadi orang baru di hadapan orang lain. Tetap
semangat menjalani hidup yang masih jadi rahasia Allah, apapun kedepannya
jangan pernah menyerah, aku, kamu dan kalian semua layak untuk merayakan dirimu
sendiri. Tetap tersenyum bagaimanapun keadaannya, teruslah mengukir banyak
kebaikan hingga kehidupan benar-benar berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar