Selamat malam semua...
Untuk yang sudah simak beberapa judul di blog jatuh bangun jadi dewasa, terima kasih yah..Semoga apapun yang aku tulis dan kalian baca sama-sama mendapatkan kebaikan. Tidur yang nyenyak yah..
Di bumi yang luas ini, manusia akan menemukan hal yang benar-benar tidak inginkannya. Hati dan pikiran bergejolak. Di hari yang sama, terasa sulit menerima, tetapi waktu dan keadaan memaksa untuk melupakannya. Kadang pertanyaan sederhana bersarang di kepala “Tuhan, apakah aku boleh menangis? Aku terluka, begitu sesak hingga aku tak menyangka air mata ini jatuh dengan derasnya. Di beberapa momen diri harus menyeka air mata itu dan menggantinya tawa dan tersenyum lepas. Seakan diri baik-baik saja.
Hai, manusia biasa berdampingan dua perkara dalam hidup, hal ini tergambar jelas di wajah kita baik perasaan bahagia dan sedih. Bahagia memberi pelajaran berharga bahwa kata menikmati hal-hal yang masih berada bersama kita senantiasa harus dijaga dan dirawat. Tanamkan dalam diri bahwa bahagia tak sendiri, ia selalu beriringan sedih. Sedih benar-benar menghadirkan luka basah. Perlu kita ingat, luka termasuk nikmat yang harus di syukuri. Why Nar? Luka membuka banyak tabir yang tak pernah kita sadari. Luka mengajarkan kita menjadi manusia yang kuat dan kokoh dari diri sebelumnya. Luka membuatmu lebih dewasa dari masa kanak-kanak mu. Dari luka kita ingin berusaha untuk keluar dari banyaknya kebingungan dan kegelisahan yang kita rasakan selama ini. Luka bukan suatu kesalahan tetapi takdir yang telah ditetapkan.
Ada banyak hal yang melukai kita yang bahkan di momen itu engkau tak mengharapkannya datang. Luka juga bersebelahan dengan ekspetasimu. Ekspetasi terhadap manusia tak kita redup. Sejatinya di saat itu kita telah menancapkan luka yang mendalam. Dalam hidup, kita di pertemukan orang-orang yang bisa saja tak menyukai kita, kita tak bisa membendungnya. Pertemanan yang toxic. Dalam situasi ini ternyata mengkisahkan banyak harapan dan ekspetasi. Raut wajah bertemu teman dengan major yang berbeda begitu terkesan menarik. Siapa sangka proses yang dijalani sangat jauh dari harapan. Benar yah, di momen itu dunia telah mengikis orang-orang tulus. Bahkan setiap harinya dijalani terasa berat. Hati dan pikiran berkecamuk. Kita hanya merasakannya sendiri tak ingin membaginya kepada orang lain.
Anak pertama yang dituntut sempurna. Bukan hal mudah berada di posisi ini, orang tua menaruh harapan besar kepada anak pertama dalam keluarga. Harus menjadi teladan dan contoh baik bagi adik-adiknya. Di momen lain, saat anak pertama melakukan kesalahan selayaknya melakukan masalah besar dalam keluarganya. Harus menelan banyak luka yang ditanggung sendiri, bukan tak ingin bercerita hanya saja diam adalah caranya untuk memastikan raga dan hati kuat dan berusaha baik-baik saja.
Anak bungsu yang manja. Menjadi anak terakhir menurut kebanyakan orang adalah hal istimewa. Tetapi siapa sangka dibalik itu mereka juga bisa saja merasakan sedih dan kecewa yang terpendam. Diri seakan dituntut untuk mandiri tidak bergantung kepada orang orang tua, dituntut tidak menjadi beban keluarga. Tapi, di lubuk hati paling dalam, “aku ini masih butuh orang tua, disayangi seutuhnya dan masih ingin bermanja. Seiring waktu berjalan semuanya terasa begitu berbeda bahkan berubah.
Anak tumbuh tanpa orang tua. Hal paling berat di dunia ini saat melewati masa kecil hingga dewasa tanpa sosok orang tua. Ada banyak luka yang harap untuk didengarkan walau tak bersuara tetapi cukup hal itu memberikan ketenangan. Terkadang di situasi ini tak memiliki siapapun selayaknya masa terpuruk itu hanya memeluk raga sendiri dan tenang dari lisan berucap dzikir. “Tuhan, terima kasih untuk rasa damai ini.” Seperti bising kendaraan, kesedihan akan turut hadir dibalik telinga-telinga yang merindukan bahagia. Ikhlas seakan jadi tuntutan diri untuk menerimanya dengan lapang dada. Kehilangan orang tersayang. Menormalisasi kehilangan adalah hal yang tak mudah dilakukan setiap individu. Kenangan dan momen bersama mereka seringkali membuat air mata jatuh kala mengingatnya kembali. Bisa. Tetapi butuh waktu untuk menata rasa yang pernah hancur.
Dari luka memberimu sedikit hikmah bahwa sesuatu yang tak ingin kita rasakan pun, harus menjadi hal yang kita harus maklumi. Level paling tertinggi saat menjadikan luka dan kesedihan adalah teman untuk bertumbuh, jadi manusia yang ingin belajar berdamai dari setiap inci ujian dari Tuhan. Mari pulih dari luka lama, luka yang paling membekas, dan luka yang baru saja menyapa. Tidakkah kita ingin menjadi manusia yang tenang? Tidakkah kita merasa lelah untuk menyimpan penyakit yang harusnya dibuang jauh? Tidakkah kita ingin menyudahi berpikir keras dari perkataan yang menyakitkan?
Bangun ruang teduh itu yakni shalat untuk mengaduh semua luka yang tak terbendung, luapkan semuanya disana. Walaupun tak ada suara, tapi hati merasa bahwa Tuhan sedang mendekap begitu lembut. Tangan bergetar hebat saat menengadah. Suara parau di iringi deraian air mata. Cukup membuat hari itu adalah hari yang paling tentram. Ikuti setiap alur dariNya, apapun keadaanmu tercekik, terhimpit berada dalam dua pilihan sulit, carilah jalan keluar melalui ruang teduh yang Nar namakan shalat. Pulihlah wahai diri, sembuhlah kawan dari setiap luka yang menyayat. Mari meromantisasi luka itu agar hati dan pikiran tak berbuat hal yang akan mendatangkan penyesalan. Hal ini hanya sementara, ingat janji Tuhan saat kaki mungilmu melangkah ke dalam syurgaNya maka tak ada lagi kesedihan yang berkepanjangan. Hanya ada kebahagiaan yang sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar